Kamis, 05 Maret 2009

Menjadi seorang pemimpin

Memperbaiki dari Dalam

Memperbaiki dari Dalam
"Katakanlah, meskipun kamu menyembunyikan apa-apa yang ada dalam hatimu atau kamu lahirkannya, maka pasti Allah mengetahuinya"... (QS. Ali Imran 29)

Salman al-Farisi, orang yang digelari Ali bin Abi Thalib dengan sebutan Luqmanul Hakim karena agama dan perilakunya yang bijak, suatu saat pernah ditanya orang. ''Apa sebabnya Anda tidak menyukai jabatan sebagai Amir?'' Jawaban Salman, ''Karena manis waktu memegang (jabatan), tapi pahit waktu melepaskannya.''

Kekuasaan, dalam bentuk kekuatan untuk memerintah dan mempengaruhi orang lain agar mau menuruti apa yang dikehendaki, sering menjadi rebutan manusia. Tak jarang orang saling berlomba memperebutkan dan menyesalinya manakala sudah tak berkuasa atau menjabat. Jawaban Salman melukiskan bagaimana menggiurkannya jabatan sebagai penguasa dan pahitnya ketika sudah tak 'berkuku' sehingga sering menimbulkan gejala post power syndrome bagi beberapa orang tertentu.

Karena kekuatan tersebut maka posisi sebagai penguasa atau pejabat mendapat tempat penting dalam menopang atau meruntuhkan kebaikan. Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah dikabarkan bahwa penguasa yang adil akan 'dinaungi' Allah saat tak ada lagi naungan di Hari Akhir. Namun dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan Ibnu Abbas disebutkan bahwa bila penguasa menciptakan pemerintahan yang tidak jujur, alias menyalahgunakan kekuasaan, ia bisa terperosok menjadi salah satu dari sepuluh 'teman' iblis.

Karena beratnya tanggung jawab penguasa, beberapa sahabat utama seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab agak enggan menerima jabatan Khalifah. Namun, lepas dari semua risiko, kesempatan menjadi penguasa akan sangat bermanfaat bila digunakan dengan baik.Usman bin Affan ra pernah berkata, ''Kesempatan yang tak digunakan akan sia-sia.'' Dalam konteks mendekatnya pemilu, maka kesempatan menjadi anggota legislatif dan eksekutif yang berkonotasi menjadi penguasa dengan jabatan tertentu, hendaknya tak disia-siakan oleh mereka yang berpeluang.

Tentu saja dengan pesan tambahan seperti yang dikatakan Iman Ali ra, ''Dan upayakanlah menjadi manusia yang berguna bagi manusia lain,'' karena, menurutnya lagi, ''Amal saleh dan akhlak adalah sebaik-baiknya pembela dan teman.''Rasulullah saw pernah bersabda, ''Sesungguhnya amal-amal itu (harus) dengan niat, dan sesungguhnya setiap (amal) seseorang itu tergantung niatnya, maka barang siapa hijrahnya itu pada Allah dan Rasul-Nya, maka (pahala) hijrahnya itu (berpulang) kepada Allah dan Rasul-Nya dan barang siapa yang hijrahnya untuk sesuatu (kepentingan harta) dunia yang hendak dicapainya atau karena seorang perempuan yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu (berpulang) pada apa yang diniatinya (HR Bukhari-Muslim).

Niat. Itulah yang mesti diperhatikan para calon penguasa yang memiliki kesempatan. Dan seandainya kekuasaan dan interaksi dengan masyarakat diibaratkan sebuah sistem dengan kekuasaan sebagai eleman intinya, maka kiranya relevan untuk memilarkan kembali niat menjadi penguasa yang sering dilontarkan dan tertuang dalam kalimat sederhana namun dahsyat: Memperbaiki dari dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Pengikut